Mungkin selama ini kita sering mendengar istilah Investasi. Ada yang mengartikan bahwa Investasi adalah  mengorbankan sesuatu dimasa sekarang untuk mendapatkan sesuatu dimasa mendatang dengan harapan tentu lebih baik (Abdul Halim , 2005:4). Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana dengan harapan memperoleh keuntungan dimasa mendatang. Berbagai macam investasi dapat dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan manusia, mulai dari yang sangat sederhana sampai investasi yang sangat rumit dan memerlukan pengetahuan khusus. Namun secara umum investasi dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu:

  1. Investasi di Sektor Riil (Real Asset). Investasi di produk yang lebih terlihat secara “fisik”, misalkan sektor produksi, property, dan lain-lain.
  2. Investasi di Sektor Non Riil (Financial Asset). Investasi di produk-produk pasar keuangan dan turunannya yang lebih “tidak terlihat” secara fisik, misalkan saham biasa dan obligasi. Dengan kata lain investasi non riil atau investasi keuangan adalah menanamkan dana pada surat berharga (financial asset) yang diharapkan akan meningkat nilainya di masa mendatang.

Selanjutnya kita akan membahas lebih mandalam tentang Investasi di Sektor Riil.

Investasi Sektor Riil  sangat di gemari di era 70- 90an.Namun seiring perkembangan jaman orang mulai sedikit menolehkan pandangan mereka pada sektor finansial. Hal itu tidak lepas karena krisis global yang melanda ekonomi dunia,khususnya di indonesia,yang berdampak sangat signifikan sehinggga banyak para investor yang gulung tikar karena tingkat kerugian yang sangat besar.

Sebagian besar investasi sektor riil memerlukan modal yang besar. Disamping itu, sebagian investasi riil memerlukan waktu yang relatif lama untuk berkembang karena besarnya modal. Sebagai konsekuensi dan sekaligus kelemahannya, adalah likuiditasnya tidak secepat investasi sektor finansial. Hal inilah yang menjadi penghambat bagi para investor kelas menengah untuk bisa bertahan  di dunia investasi. Karakteristik tersebut bukan hal yang aneh karena investasi sektor ini bergerak di bidang property, perkebunan, manufaktur, jasa dan teknologi.

Untuk bisa berinvestasi di perkebunan tentu saja banyak hal yang harus kita penuhi, selain modal yang besar. Mulai dari pencarian tempat,pencarian karyawan, pengelola kebun dsb. Berinvestasi di sektor riil berarti kita harus menjadi pelaku utama dari pengelolaan perkembangan bidang tersebut.

Contoh lain : jika kita  membeli sebuah rumah untuk investasi.  Nilai property  biasanya tidak pernah menurun dan selalu meningkat. Namun di sisi lain pada saat  Anda hendak mencairkan investasi Anda, maka harus mencari orang yang memiliki dana yang cukup untuk membeli rumah Anda yang nilainya mungkin sudah naik puluhan hingga ratusan persen. Mencari pembeli seperti ini tidaklah mudah, di sinilah masalah likuiditas terjadi.

Selain itu ada kendala-kendala yang harus dihadapi pula oleh investor, yang bisa kita kelompokkan dalam  3 (tiga) faktor utama , yaitu:

  • Kebijakan dibidang industri yang masih lemah dan tidak terfokus, seperti: stabilitas politik dan penegakan hukum, peraturan ketenagakerjaan, kebijakan energi (bahan bakar minyak dan listrik), kebijakan lingkungan, pengawasan barang beredar dan impor ilegal, dan lain sebagainya yang menyebabkan iklim usaha dalam negeri tidak kondusif.
  • Kebijakan fiskal yang tidak komprehensif, karena lebih difokuskan pada upaya mencapai target penerimaan negara sesat, sedangkan jangka panjangnya (yaitu: kontinuitas industri) tidak terpikirkan.
  • Kebijakan moneter yang masih belum memihak sektor riil karena beberapa sektor dinilai berisiko tinggi, antara lain seperti: fungsi intermediasi perbankan tidak optimal, suku bunga bank tinggi jika diperbandingkan dengan bunga simpanan, likuiditas keuangan dilembaga keuangan/bank untuk sektor industri sangat rendah.

Dari faktor-faktor tersebut diatas, pada akhirnya menyebabkan daya saing produk sektor riil tidak kompetitif karena tidak dapat memenuhi tuntutan pasar: competitive price, high quality, on time delivery dan responsive toward trade communication.

Sebetulnya kondisi ini sangat disayangkan, karena  pertumbuhan ekonomi diharapkan dari tingginya konsumsi masyarakat atau dengan kata lain konsumsi masyarakat diharapkan sebagai motor pertumbuhan ekonomi. Padahal konsumsi masyarakat tidak mungkin terus tinggi tanpa adanya peningkatan pendapatan di sektor riil tempat dimana masyarakat bekerja dan memperoleh penghasilan.

Sedangkan untuk peningkatan pendapatan sektor riil memerlukan investasi, baik dalam bentuk perluasan/ekspansi maupun investasi baru, sehingga dapat meningkatkan kapasitas/produksi dan menciptakan produk yang baru sebagai antisipasi perubahan permintaan pasar. Peningkatan kapasitas/produksi ini sama artinya menyerap tenaga kerja baru dan meningkatkan pendapatan pekerja yang pada gilirannya memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dari perspektif tersebut diatas, jelaslah bahwa pertumbuhan pada sektor riil memainkan peranan yang teramat penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Tanpa adanya pertumbuhan di sektor riil tidak akan ada pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu pertumbuhan sektor riil memerlukan investasi untuk menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi itu sendiri.

 

*written by Sari Insani, CFP