Lawan Sifat Konsumtif!

Lawan Sifat Konsumtif!

“Bisakah anda melalui satu hari saja tanpa membeli sesuatu?” Walaupun terdengar aneh, ternyata ada hari peringatan ”Buy Nothing Day” (Hari Tanpa Belanja). Diperingati pada hari Jum’at setelah perayaan “Thanks Giving” di Amerika, biasa disebut “Black Friday”. Ini adalah salah satu dari 10 hari belanja tersibuk sepanjang tahun di Amerika.

Peringatan ini dilansir pertama kali tahun 1992 di Vancouver oleh seniman Ted Dave dan di dukung oleh Adbuster Media Foundation. Tujuannya membahas isu-isu seputar konsumsi yang berlebihan. Pada hari itu orang seharusnya menghabiskan waktu bersama orang yang mereka cintai, bukan cuma menghabiskan uang bersama mereka. Jadi tidak berbelanja selama satu hari akan menggalang kekuatan bersama sebagai protes terhadap ide berbelanja membuat kita bahagia. Hari Tanpa Belanja percaya bahwa konsumtif-isme tidak menciptakan kebahagiaan, malah menghancurkannya.

Bahaya Konsumsi Berlebihan

Kelihatannya naif sekali, bahwa segelintir orang sebuah gerakan kecil anti konsumtif-isme dapat membawa perubahan besar bagi masyarakat. Konsumtifisme sendiri bisa berarti suatu kecenderungan atau dorongan untuk mengkonsumsi berbagai hal hanya demi memuaskan keinginan berbelanja saja bukan berdasarkan ada tidaknya kebutuhan. Pada dasarnya apa saja yang dilakukan secara berlebihan itu tidak baik. Termasuk dan terutama konsumtif-isme yang efeknya sangat berbahaya, karena :

– Mendorong orang memiliki gaya hidup di luar kemampuan finansial mereka. Menghabiskan limit kartu kredit hanya untuk bersaing dengan “tetangga sebelah” menjadi sesuatu yang biasa. Jenis konsumen dengan tipe pembelanjaan seperti inilah yang menjadi tulang punggung perekonomian kita. Pembelanjaan ini berakar dari sebuah teori bahwa komsumsi barang dan jasa adalah cara terbaik mengindikasikan kemakmuran. Sayangnya teori ini justru menggerus tidak hanya individu yang melakukan pembelanjaaan tetapi perekonomian secara keseluruhan.

– Konsumen tidak lagi dianggap sebagai individu melainkan komoditas yang dikategorikan secara demografik. Akibatnya perasaan, keinginan dan berbagai ciri khas individu pun tererosi digantikan dengan keinginan kelompok dan trend yang berlaku. Contoh, lapar bukanlah memasak tetapi makanan cepat saji, haus bukan minum tetapi minuman dalam kemasan, komunikasi bukan lagi bicara tetapi facebook!

Konsumtif-isme memicu materialisme. Kecenderungan orang untuk mengidentifikasi kualitas dan kepuasan hidup dengan kepemilikan benda-benda bukannya kualitas hubungan interpersonal maupun intrapersonal.

Dilema Masyarakat Modern

Seorang teman berargumen bahwa konsumerisme tidak selalu buruk. ”Coba bayangkan dalam kondisi ekstrem orang tidak berbelanja sama sekali. Perusahaan banyak yang tutup, karyawan di PHK, pertumbuhan ekonomi minus.” Walaupun agak menyederhanakan masalah namun masuk akal juga. Konsumerisme sendiri memang tidak buruk, istilah ini mengacu kepada usaha-usaha (individu, instansi pemerintah, organisasi non pemerintah, organisasi non profit misalnya YLKI) untuk menjadi konsumen yang kritis yang tidak hanya memahami hak-haknya sebagai konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa yang berkualitas sekaligus menyadari bahwa konsumsi yang berlebihan justru menyangkal hak-hak ini. Sebab konsumtif-isme menyebabkan anda membayar lebih mahal dari yang seharusnya, mengutamakan gengsi daripada fungsi, membayar kredit padahal bisa tunai. Ini sangat berbeda dengan konsumsi yang wajar. Orang akan terus mengkonsumsi untuk hidup, makanya perekonomian akan terus bergerak. Namun pertumbuhan ekonomi harus berdasarkan kebutuhan dan kemampuan daya beli riil bukan yang artifisial dari pembiayaan untuk menopang hasrat konsumsi yang berlebihan.

Konsumtif-isme menjadi sesuatu hal yang amat dilematis bagi kita. Seharusnya kemajuan peradaban, hadirnya barang-barang mewah, juga berbagai inovasi tehnologi menjadikan kita masyarakat yang lebih baik. Entah mengapa pada saat yang sama malah mendorong konsumsi sumber-sumber daya dan barang-barang dalam jumlah sangat besar jauh melebihi kebutuhan dasar kita. Dimanakah kita bisa menarik batas yang jelas antara kebutuhan dan keinginan?. Dari hari ke hari semakin sulit saja mengendalikan pengeluaran. Orang membeli mobil, pakaian, makanan bahkan menyekolahkan anak ke tempat yang sebenarnya tidak sanggup mereka bayar. Bahkan rela bekerja untuk pekerjaan yang mereka benci asalkan dapat memenuhi gaya hidup yang tidak mampu mereka miliki.

Ironisnya distribusi konsumsi ini tidak merata, sebab di berbagai belahan bumi lainnya masih terlalu banyak orang yang bahkan untuk kebutuhan hidup untuk seperti sembako dan bahan bakar saja harus mengantri. Nah saat keinginan berbelanja memuncak, bolehlah sesekali anda mengingat mereka yang kekurangan ini.

Ambil Kendali

Konsumsi adalah kewajaran, kita semua membutuhkannya. Konsumtif-isme-lah yang harus kita hindari. Jadi bukannya menghentikan pembelanjaan sama sekali (ini tidak mungkin!). Namun bagaimana mengendalikan pembelanjaan tersebut dengan berpatokan pada kebutuhan wajar. Ada 3 cara menghindari konsumtivisme yaitu :

1. Prioritas. Strategi penggunaan uang yang beberapa kali di bahas dalam rubrik ini adalah cara terbaik mengambil kendali keuangan anda. Mulai dari yang pertama menabung , membayar cicilan utang (jika ada), pembayaran asuransi sampai prioritas terakhir pengeluaran biaya hidup. Intinya penghasilan kita tidak boleh dihabiskan begitu saja untuk kebutuhan hidup saat ini, apalagi hanya untuk memenuhi hasrat belanja. Paling tidak harus ada yang dialokasikan untuk tujuan keuangan dana pendidikan anak dan persiapan masa pensiun.

2. Pengendalian. Setelah priroritas ditetapkan, carilah peluang agar bisa menghemat pengeluaran yang sudah direncanakan tadi. Misalnya strategi merubah apa yang anda beli. Barang import bermerek diganti dengan barang lokal dengan kualitas yang sama. Selain lebih ekonomis juga meningkatkan kecintaaan terhadap produk negeri sendiri pastinya membantu pengusaha lokal disini. Kemudian strategi mengubah aktifitas rekreasi. Tidak harus ke mal kan?

3. Pembayaran. Mengapa membayar lebih mahal dengan mencicil jika anda bisa membelinya lebih murah dengan tunai? Anda hanya berhutang jika terpaksa untuk membeli rumah dan kendaraan. Di luar itu bayar semua belanjaan anda secara tunai sesuai penghasilan yang tersisa.

 

Mike Rini Sutikno, CFP
PT. Mitra Rencana Edukasi – Perencana Keuangan / Financial Planner
Website. www.mre.co.id, Portal. www. kemandirianfinansial.com
Fanspage. MreFinancialBusiness Advisory, Twitter. @mreindonesia
Google+. Kemandirian Finansial, Email. info@mre.co.id,
Youtube. Kemandirian Finansial