Ibu Mike Yth,
Saya adalah seorang ibu rumah tangga sekaligus pengusaha. Suami bekerja di Depdiknas dan kami dikaruniai 3 ( Tk & Balita) orang anak.
Bidang usaha saya adalah menjual aksesoris dan pernak-pernik khusus remaja. Saat ini saya memiliki 5 buah toko dan kios di beberapa tempat di Jakarta dan mempekerjakan 23 pegawai. Salah satu cabang toko saya beli sendiri dan masih berjalan cicilan KPRnya Rp 14 juta / bulan ( sisa 7 bulan lagi). Sisa cabang berupa kios yang saya sewa saja.
Masalah utama yang saya hadapi, adalah gaji suami jauh lebih kecil dari penghasilan saya. Sehingga kami sekeluarga belum memiliki tempat tinggal dan selama ini menyewa rumah . Walaupun saya saat ini memiliki dana menganggur di deposito Rp 90 jt, namun lebih ingin diputar ke dalam usaha. Jika membuka cabang baru – penghasilan saya juga meningkat kan bu ? .Soalnya saya pikir beli rumah kan tugas suami, jadi saya merasa rugi jika memakai uang saya. Saya merasa juga banyak membantu kebutuhan keluarga selama ini dan sudah membeli dua buah mobil. Saya juga suka menggunakan kartu kredit untuk beli perhiasan emas ( selain investasi) dan shoping terutama tas dan baju Total hutang kartu kredit saya Rp 27 juta dan pembayaran saya cicil begitu ada pemasukan usaha. Saya merasa resah dan serba salah dengan keuangan keluarga kami . Jadi saya meminta sarannya bagaimana baiknya dari bu Mike
Terima kasih,
Joanna Ratulangi
Villa Pejaten Mas – Jakarta
Rasa resah dan gelisah timbul bukan tanpa sebab, bahkan dia merupakan gejala dari permasalahan yang sebenarnya. Hanya saja mengidentifikasi masalah ini bukan pekerjaan mudah. Terutama yang berkaitan dengan keuangan, banyak sekali variasinya. Mulai dari masalah gaji yang tidak pernah cukup ( ini penyakit umum !), boros, defisit, terjerat hutang, tidak bisa menabung, belum punya rumah. Apakah hal ini disebabkan kekurangan uang ? Sebagian orang meyakini begitu, kenyataanya tidak selalu . Contoh, mengapa orang suka menggunakan kartu kredit daripada membayar lunas ? Jawabannya bukan karena orang itu tidak punya uang (penghasilan) justru tanpa adanya penghasilan orang tidak berani berhutang, sebab tidak ada uang untuk membayar cicilan. Yang terjadi bahkan makin tinggi penghasilan seseorang kesempatan untuk berhutang makin besar.
Diantara aktifitas kerja yang begitu padatnya memang jarang memberikan kita kesempatan untuk berpikir apakah kita sudah benar atau belum. Yang kita tahu adalah kita sangat sibuk dengan tujuan yang benar – yaitu ingin meningkatkan kesejahteraan keluarga. Tetapi kriteria kesejahteraan keluarga yang seperti apa ? Banyak orang menyangka bahwa dengan bekerja dan mendapatkan penghasilan tinggi saja sudah cukup. Mereka meyakini bahwa segala permasalahan keuangan keluarga bisa diatasi dengan memiliki lebih banyak uang. Masalahnya belum banyak yang bisa mempraktekkan bagaimana menghasilkan lebih banyak uang dengan kerja lebih sedikit. Yang terjadi malah kebalikannya, jika ingin punya lebih banyak uang, kita harus bekerja lebih giat bukan ? Makanya orang-orang yang berpenghasilan tinggi, juga rata-rata super sibuk. Sayangnya makin sibuk, makin banyak uang, makin tidak punya waktu untuk merencanakan keuangan keluarga. Bahanyanya jika penghasilan tinggi kemudian biaya hidupnya juga tinggi, yang harusnya surplus malah jadi defisit. Hal ini kadang diperparah ketika defisit tersebut kemudian dicover kekurangannya dengan hutang. Percayalah, memiliki gaya hidup mewah di atas hutang bukanlah suatu cara menuju hidup sejahtera.
Kesimpulannya, bekerja dan punya penghasilan tinggi saja tidak cukup tanpa dibarengi aktifitas mengelolanya. Karena itu kita meyakini bahwa melakukan perencanaan keuangan adalah cara mengelola hasil yang sudah kita dapat, dan itu demi kebaikan kita sendiri. Hanya saja kita tidak bisa begitu saja melakukan perencanaan keuangan, tanpa menetapkan ukuran yang spesifik berupa tujuan-tujuan keuangan yang ingin dicapai. . Keresahan, kegelisahan dan berbagai kekhawatiran mengenai uang, hampir selalu disebabkan ketidak jelasan dan ketidak pastian mengenai kemana harus mengarahkan uang, bahkan untuk sesuatu yang baik sekalipun. Maksudnya begini, meningkatkan kesejahteraan keluarga sudah merupakan arah tujuan yang baik. Namun artinya sangat luas dan sifatnya subyektif bahkan bisa berubah-rubah tergantung pribadi dan keluarga yang bersangkutan. Bahayanya, jika kita tidak memberlakukan ukuran-ukuran kesejahteraan yang spesifik, kita akan kesulitan menilai seberapa baiknyakah kondisi keuangan keluarga kita. Dengan menetapkan ukuran, akan jauh lebih mudah memantau pencapaian pelaksaan rencana keuangan terhadap tujuan keuangan.
Jelas sekali bahwa anda adalah seorang pengusaha yang berhasil. Buktinya usaha menjual pernak-pernik aksesoris remaja sudah berkembang menjadi 5 cabang di kota Jakarta. Keberhasilan mengelola usaha sangat bisa diadaptasikan ke dalam keuangan keluarga. Jika anda bisa bekerja sama dengan karyawan , supplier, pelanggan, bank dan semua pihak yang berkaitan dengan usaha anda, maka demikianlah anda juga bisa bekerja sama dengan anggota keluarga. Kepada pelanggan mungkin lebih seperti ibu yang siap menyediakan kebutuhan anaknya, atau seperti sahabat yang siap mendengarkan keluhan mereka. Kepada supplier dan bank , anda berlaku profesional , bernegosiasi dan menepati janji pembayaran. Kepada karyawan anda berlaku sebagai atasan yang memotivasi bawahan untuk mencapai target-target usaha. Intinya, anda adalah pemilik usahanya, atasan terhadap bawahan, penyedia jasa kepada pelanggan, langganan dari supplier, bahkan nasabah dari bank. Sama halnya dalam keuangan keluarga, saling memotivasi, membantu, mendengarkan dan menjaga profesionalisme sebagai sesama pengurus rumah tangga. Karena itu keberhasilan pengelolaan keuangan keluarga memerlukan kerjasama antara anggota keluarga. Peranan suami / ayah , sama pentingnya dengan peranan anda sendiri istri / ibu.
Dalam hal keuangan, perlu selalu kita ingat bahwa keberhasilan mendapatkan penghasilan yang tinggi , tidak pernah menjadi hasil dari usaha pribadi seorang diri. Ada banyak keterlibatan orang lain didalamnya. Karena itu selalu ada hak pasangan dan anak-anak dalam penghasilan kita. Suami adalah pencari nafkah utama, karena itu saya setuju jika ibu Joanna berpendapat bahwa membeli rumah adalah kewajiban suami. Saya juga setuju bahwa ibu harus menikmati hasil kerja keras ibu, mungkin shoping, beli baju , tas atau hal-hal lain yang menyenangkan ibu. Saya juga setuju bahwa menyediakan berbagai fasilitas yang diperlukan anak adalah kewajiban orang tua. Kita berhak menetukan aturan hak dan kewajiban dalam rumah tangga , namun kita juga berhak melakuakn penyesuaian terhadap aturan tersebut selama dalam batas perilaku yang memungkinkan bagi semua pihak.
Keputusan anda untuk menyerahkan tanggung jawab pembelian rumah kepada suami dapat dibenarkan. Yang membuat anda terganggu adalah bahwa sampai saat ini keluarga anda belum memiliki rumah, karena suami belum mampu membelikannya. Dilain pihak memiliki rumah sendiri penting bagi anda demi alasan keluarga. Disini ada ketidak sesuaian antara keinginan dan harapan anda. Barangkali anda pernah mengalami ketika kecil harus menabung untuk membeli mainan yang anda idamkan padahal anda berharap orang tua anda membelikannya ? Bagaimana perasaan anda ketika itu , kecewa pada orang tua ? Kecewa atau mungkin sedikit kecewa, tetapi kekecewaan tersebut tidak mengurangi kecintaan orang tua bahkan semakin bertambah melihat prestasi anda. Kenyataannya , anda berprestasi atau tidak bahkan melakukan kesalahan paling buruk sekalipun – orang tua selalu mencintai anda. Lagipula anda menjadi lebih sayang pada mainan yang anda beli sendiri dibandingkan yang dibelikan orang lain. Nah, bagaimana dengan rumah tinggal ? Keputusan apapun yang anda ambil, baik anda membantu membeli rumah atau tidak membantunya – tidak akan mengurangi rasa cinta suami dan anak-anak kepada anda. Intinya kedudukan anda penting tetapi bukan yang utama, peranan pihak lain juga penting tetapi juga bukan yang utama. Yang paling utama adalah semua pihak terkait bekerja sama mencapai tujuan-tujuan bersama yang sejalan dengan aspirasi masing-masing. Jadi, kesuksesan financial sangat ditentukan oleh dua hal, yaitu : (a) Pencapaian tujuan-tujuan keuangan keluarga ; (b) kerjasama antar anggota keluarga (moril & materiil)
Bu Joanna, saran saya agar anda mulai merekonstruksi atau menata kembali pengelolaan keuangan keluarga anda. Dari uraian diatas kiranya ibu dapat memahami bagaimana akan mengarahkan uang ibu (uang keluarga ). Berikut ini adalah beberapa panduan dalam mengalokasikan penghasilan dan dana yang ada saat ini yang disesuaikan dengan siklus hidup financial anda saat ini ( menikah dengan 3 orang anak).
Ketiga tahapan kekayaan diatas adalah urutan tingkat kesejahteraan keluarga. Mulailah mengevaluasi kondisi keuangan keluarga anda saat ini dan lihat apakah sudah sejalan dengan ke tiga tahapan tersebut. Jika belum, tentu saja anda harus segera mengalokasikan dana untuk menunjang keberadaannya. Jika anda menemui kesulitan dalam menentukan porsi besar kecilnya jangan segan untuk meminta bantuan ahlinya. Yang penting setiap keputusan keuangan sebaiknya berkonsultasi terlebih dulu dengan suami, sehingga anda berdua bisa saling mendukung dalam pelaksanaannya.
Penulis : Mike Rini Sutikno, CFP
Mitra Rencana Edukasi – Perencana Keuangan / Financial Planner
Website. www.mre.co.id, Portal. www. kemandirianfinansial.com
Fanspage. MreFinancialBusiness Advisory, Twitter. @mreindonesia
Google+. Kemandirian Finansial, Email. info@mre.co.id,
Youtube. Mitra Rencana Edukasi – MRE Indonesia, Blog Kemandirian Finansial Blog